Pages


Aku dan Perpustakaan Kota ^^

Sejak kenal perpustakaan kota Yogyakarta, atau yang sering kusingkat "Puskot", waktu-waktu luangku di sela-sela jam kuliah jadi lebih banyak bermanfaat, hehehe. Maklum saja, sebelum tahu bahwa perpustakaan kota Yogyakarta itu ternyata dekat dengan kampusku, biasanya waktu kosong antara jam kuliah yang satu dengan yang lainnya atau karena sang dosen sedang berhalangan hadir, aku isi dengan sekedar mengobrol sambil cemal-cemil de depan kopma, di kos temanku, atau di fakultas. Gak ada manfaatnya blas selain menambah tembem pipiku yang sudah tembem ini. Huh! benar-benar bikin nyesel kalau mengingat banyaknya waktu yang terbuang :'(

Ada sih kegiatan yang bisa dibilang lebih bermanfaat, paling-paling yah...ke perpustakaan universitas. Tapi aku gak  pernah bisa berlama-lama di sana seperti aku berlama-lama di puskot. Tau sendiri, di perpus univ itu buku-buku yang ada kebanyakan buku-buku yang  mendukung mata kuliah di perkuliahan, lama-lama bosen juga, kan?. Ada sih novel, tapi yakin deeeh gak jauh-jauh dari islami. Bukannya aku gak suka novel yang islami, tapi menurutku semua cerita mereka itu sama, gitu-gitu aja. Yah, itu menurutku sih..gak tau menurutmu gimana. Yang jelas, satu hal lagi yang bikin gak bisa betah di sana adalah fasilitas internet gratis yang sangat sangat sangat dibatasi. Kita gak bisa buka facebook , ym, atau situs lain yang sering kita kunjungi hanya untuk hiburan. Bukan wi-fi lhoo...tapi fasilitas internet, berarti bukan jaringannya saja, tapi juga beserta komputer dan kawan-kawannya.Itu juga alasan bagiku yang jelas-jelas sampai saat ini belum punya LP sendiri,- hare gene??what a pity- untuk tidak berlama-lama di sana.

Di puskot semuanya jauh lebih menarik. Buku-buku yang tersedia lebih lengkap. Beragam dan pastinya  lebih menarik. Gak jarang dari buku-buku best seller sampai referensi dari dosen mata kuliah aku jumpai dengan mudahnya. Novel?? Od korrss!! Komik??ada. Kitab-kitab dan kamus referensi?? ada. Majalah??koran??ada. Internet??bebas. Bahkan arena bermain anak juga ada lengkap beserta buku-buku yang pas untuk mereka. Akupun sering mbawa adek-adek sepupuku ke sini. Mereka senang, aku senang, orang tua mereka senang, semua senang ;D. Jujur saja, awalnya aku orang yang sangat sedikit memiliki minat baca, tapi belakangan ini setelah kenal puskot, minat ini mulai membaik, walaupun sedikit-sedikit. Alhamdulillah. Aku sampai heran, banyak teman-temanku yang tidak tahu atau bahkan tidak mau bergabung menjadi member di puskot ini. Sekalipun fasilitas mereka memadai, bahkan mereka orang Jogja asli!! ckckck, sayang sekali fasilitas sebagus ini dari pemerintah tidak dipergunakan sebaik-baiknya.

Hari ini ketika hampir 2 jam aku menghabiskan waktu di puskot -karena dosen ilmu tafsirku gak masuk- ada hal baru yang menurutku sangat menatik kutemukan di sana. Di lantai 2, tepatnya di depan ruang pertemuan. Ada sebuah papan tulis yang  berdiri tegak menghadap ke jendela. Di samping rak majalah dan tabloid-tabloid. papan tulis itu cukup besar ditempeli beberapa kertas HVS yang penuh coret-coretan.Karena penasaran, akhirnya aku mendekat untuk melihat lebih jelas.

Ternyata eh ternyata, kertas-kertas itu tidak lain dan tidak bukan adalah sketsa komik anak-anak yang pernah main  ke puskot. Kubaca sau per satu lembar HVS di sana. Cukup bervariatif juga, ada yang sampai membuat alisku berkerut karena bingung gak mengerti apa yang dimaksud si kartunis, ada juga yang bikin geleng-geleng kepala karena ceritanya yang klasik, tapi banyak juga cerita yang bikin aku terkekeh-kekeh tidak habis fikir. Setelah kubaca semuanya, ternyata komik-komik minimalis itu punya tema yang sama : tentang "SUMPAH". Dasar anak-anak, judulnya pun aneh-aneh : "sumpah!!gak lagi-lagi" , "sumpah mati", "sumpah kesamber geledek", "sumpah kesamber geledek" yang satunya lagi, dan yang satunya lagi, ampe 3 booo..kayaknya, "sumpah kesamber geledek" ini judul yang paling laris.:D

Gambar mereka pun macam-macam, dari yang sangat tidak berbentuk, sampai yang sudah sangat lumayan bagus. Satu kesamaan yang kutangkap. Rata-rata mereka tidak melepas atribut "ke-jogjaan" nya. Dari kata-kata yang mereka gunakan dalam percakapan terlihat jelas sekali bahwa mereka a-se-li dari ngayojokarto, hehehe. Kata-kata seperti "ndak" atau imbuhan "tho?" sering mereka gunakan.Tidak apa, aku malah tambah senang membacanya.

 Sebenarnya, ada hal lain yang membuatku senang dengan hadirnya papan tulis kreatifitas itu. Mungkin dengan begitu aku menyadari bahwa makin banyak orang Indonesia yang memiliki minat. baca. Makin banyak orang datang ke perpustakaan. Makin banyak anak-anak yang mau berkreatifitas. Makin maju pula puskot tercinta ini. Yang itu berarti makin peduli pemerintahan terhadap kesejahteraan masyarakat dalam hal menambah ilmu pengetahuan khususnya.

Nyok, rame-rame kita nongkrong di puskot masing-masing...
And, nyok banyak membaca!!!! ;D

Let's speak!!!

Lived for six years in a boarding school has made me love language very much. How couldn't it be?? I met so many people there. My friends were come from many different places. And I'm so thankful to my Lord for it.I don't know, why I'm so interested in communicating with other people. I guess because i think it's very nice to know about their hometown and many differences that we had. Especially about the languages.It's very unique that we can understand what other people want or what's on their mind just by saying some words. Although some times there's a word that has a different meaning in a different place.

It is very lovely to know some new vocabularies from any places. But it will be more interesting if we can speak not only with other people who come from our own nation, but also with a foreigner!!!. Yup, of course we have to be able communicating with International languages. Base on the recently survey, the most popular languages nowadays are : English, Arabic, and France.As we know, because of speed of technological development today, we can talk to every people in every side of the world by second!!. We can can with them about anything. Their custom and all about their country. What an easy way to know all over the world by asking a native from each district.

The problem is how come we can chat with them, or understand what they say, if we can't speak with their language??or at least by language which most of people understand it??. That's why so many people eager in study about, those languages. But, just like most of people who just try to learn a new language, they prefer to go deep into it by writing, not by speaking. Especially in Indonesia, which well-known with it's shy and polite society. It's lil bit hard for us -as Indonesian- to speak by "a strange language". There are a lot of frightened or worried if we say some word silly.

May be, there are some tips I wanna share to you. I've got it from my friend who can speaks fluently by foreign language. She gave it to me because she cares with me and she wants me to be able in that language too. Hopefully it can also help you who read it and also have an eager in this case. ^^ 

  • Make it as a habit. I have ever got a silly sentence from my little brother when I teach him at his third grade in elementary school. "How can the babies in America so genius?" he said. "How couldn't it be??" I replied his question with another one. "Of course!!! they can speak in english more fluently than I did, even they just 5 years old!!!" he argued. And I was laughing.. You know what I mean here.
  • Learn about their custom. Talking about foreign language is means you have also to learn about their life. (Remember, learn doesn't has a same meaning with 'follow' ). It will make us easier to understand and to say so many words in daily conversation. Because sometimes, the same sentence might be have a different meaning, depend on the intonation and the stressing that we use.
  • "And, how we can learn about their custom easily? I think read is a bored way" I said to her. Then she explained to me how if I try to watch some movies and just count on my hearing (not looking at the sub tittle) and repeat what they just said precisely. Or how if I listen to the music and try to sing together with the singer. Feel the way they sing it and try to catch what they want to convey by that song. And ya, I feel 'lil bit differences now with my speaking.
  • Well, as you know, different languages has a  different characteristic. So that with accent and rhythm. One thing you have to remember when you were a beginner  is don't ever influenced with it. Just calm and relax. It's important to try as same as native do, but it's okay for a beginner like us. If you usually talk slowly and clearly, just do it when you talk with this language.
  • Enrich your vocabularies. You can speak a lot if you know the vocabs a lot. 
  • Don't think about the grammar. Grammar is a spooky thing for a beginner. Most of us afraid to talk because we're afraid if we say a sentence incorrect. Whereas, sometimes native speaker also don't use a correct sentence in daily conversation. Such as they just say "a pen please??" if they want to borrow a pen from other people. They don't use a perfect sentence like we've learned "may I borrow your pen please??". No, they don't.
  • Don't ever afraid!!! This is the core of  how to start speaking. Try to get some conversation from native speaker. If you live in tourism area which is often visited by foreigner, try to speak with them. Try to offering them our help so we can talk with them and ask many things.
Ok, now how if we try it together? because frankly speaking I'm also NOT good in speaking.
and this note is one of my way to support me up. :)

Lengo Potro???

Tinggal beberapa bulan di rumah si mbah mengharuskanku belajar bahasa setempat. Yah, mau gimana lagi?? penduduk setempat memang ada beberapa yang bisa berkomunikasi berbahasa Indonesia dengan lancar. Tapi, sebagian yang lain tidak begitu. Terutama para sesepuh yang usianya sudah lanjut, mereka hanya bisa berkomunikasi berbahasa jawa. Maklum saja, sebagian besar dari mereka merupakan orang-orang yang masih mengalami masa-masa setelah penjajahan. Makan saja sulit, apalagi sekolah?. Dan mereka yang beruntung sempat mencicipi Sekolah Rakyat (SR) itulah yang bisa lancar berbahasa Indonesia. Jadi, jangan heran kalau kamu jadi sapi ompong ketika kebetulan bertemu mereka di jalan atau di suatu tempat dan mereka berusaha beramah tamah kepadamu dengan menanyakan hal apa saja yang ingin mereka tanyakan.

Bagitu pula dengan simbah ku, mbah kakung lebih beruntung dari mbah putri karena beliau bisa menamatkan Sekolah Rakyatnya dan sempat menjadi pengurus Sekolah Dasar dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan mbah putri hanya bisa setengah jalan menempuhnya. Walaupun Ibu-Bapak ku asli berasal dari tanah jawa, bukan berarti aku fasih menggunakan bahasanya. Bagiku, mempelajari bahasa jawa jauh lebih rumit daripada bahasa arab. Masalah bahasa ini pula yang membuatku mengalami beberapa hal konyol selama tinggal di sana.

Sore itu, kami baru tiba di rumah setelah menempuh 3 jam perjalanan Yogyakarta-Kebumen yang melelahkan.Semua lapar, karena memang belum sempat makan siang. Jadilah aku juru masak dadakan yang memasak bahan-bahan seadanya. Rencananya, kita akan makan mi kuah instan ditemani beberapa potong telur dadar. Karena kasihan melihat mbahku yang kelelahan, aku berkata "udeh mbah..santai aja, istirahat..aku aja yang masak. Okeh??hehehe". Padahal hati masih ragu juga, hmm..kompor pawon? bisa nyala gak yah ntu api??. Bermodal nekat dan niat mau membantu. Dengan sedikit klari (daun kelapa kering), korek api, dan kipas tangan akhirnya aku bisa nyalain kompor itu sambil terbatuk-batuk. Sukses!!.

Setelah itu, 3 bungkus mie segera matang dan kuhidangkan di meja. Tinggal masak telor deh, pikirku..Kebingungan mencari dimana tempat minyak gorengnya, aku pun bertanya "mbah, lengae (minyak) teng pundi??". "Yo neng kono, neng cerak pawon, ojo lali, sing neng deligen putih kui lengo potro" sahut mbahku. "oh ya.." sahutku. Padahal yang kutangkap hanya "deligen putih". Langsung saja kusambar deligen yang kulihat di kolong meja. Sambil menunduk (karena pawonnya berada di bawah), kutuangkan minyak itu di atas wajan dan "cesh..cesh..cesh.." sekejap telur itupun matang. Agak sedikit heran juga, telurnya matang lebih cepat dari biasanya.

Setelah semua hidangan tertata rapi bersama piring, sendok, dan yang lainnya. Aku pun menyilahkan mbahku makan. Tak kusangka, baru suapan pertama, mbah kakungku yang memang pertama kali makan langsung muntah-muntah. Panik. Ada apa ini?? Ada apa ini???. Kira-kira begini percakapannya :

Mbah Kakung : "Pih, kamu masak apa tho ini??"
Aku                : "ya masak mie mbah, sama telor"
Mbah Kakung : "iya, mbah juga tau..tapi masak telornya pake apa tadi?"
Aku                : "ya pake garem mbah"
Mbah Kakung : "moso' pake hanya pake garem bisa rasa MINYAK TANAH gini????"
Aku                 : "Haaa??? masa' sih mbah???" 

Bengong, bingung, en ngerasa oon.Cuma itu yang aku ingat.Mbah putri pun penasaran dan ikutan dalam introgasi yang tidak mengenakkan itu.

Mbah Putri : "lha koe njupuk lengo sing ndi nduk mau?"
Aku           :  "yo lengo sing teng deligen mbah". sambil menunduk.
Mbah Putri : "sing putih??"
Aku           : "nggih mbah"
Mbah Putri : "lha piye tho??tak kandani mau sing putih kui lengo potro"
Aku           : "lha iya tho mbah, lengo potro, yo sing kui"
Mbah Putri : ????????

Mbah kakung yang tadinya manyun, langsung tertawa begitu mendengar percakapan kami. Setelah dijelaskan, ternyata tragedi "telor lengo potro" ini hanya masalah missunderstanding saja. Aku mengira, lengo potro adalah minyak goreng. Padahal lengo potro itu artinya minyak tanah. Alhasil, sore itu kami hanya makan mi instan, tanpa ditemani sepotong telor pun. Maafkan aku simbah.. :'(

Pernah ada satu kejadian missunderstanding lagi dari soal bahasa, tentang jenang. Ketika itu, mbah putri menyuruhku membuang jenag yang sudah basi. Dari kecil hingga dewasa aku diperkenalkan oleh ibuku bahwa jenang itu adalah dodol jawa. Maka, ketika melihat beberapa potong dodol itu di atas piring, aku membuangnya. Malam hari ketika mbah putriku ke dapur, ia protes kepadaku, "Pih, nek ora salah aku mau wis ngongkon koe ngguang jenang tho??". Aku mengiyakan dan bilang aku sudah melaksanakan amanah tersebeut. "lha iki opo??" ujarnya sambil menunjuk bubur putih di atas amben. Itu kan bubur..pikirku. "lha sing koe guang mau sih opo??". Aku jadi tambah bingung. "ya jenang sing neng piring mau mbah", aku bersikeras.
Belakangan aku tau ternyata, jenang dalam bahasa jawa berarti bubur. Walaupun dodol itu juga disebut jenang.

Sekarang, kalau mengingat-ingat hal itu, aku cuma bisa senyum-senyum sendiri. Malu, sekaligus menyesal telah bersikeras mengatakan bahwa aku benar. Maafin aku ya mbah..huuhuuhuu.. u.u'
Ternyata, bahasa itu memang benar-benar sangat penting ya... ^^. Tiba-tiba jadi inget pesan dari salah satu guru b.inggrisku selama aku berada di Pare, "if you want to learn about language, learn about their culture first". Ternyata, memang semua itu berhubungan.

Aku dan tulisan ini benar-benar konyol.